Jakarta, IGONTV.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan ahli hukum untuk mengurai polemik tafsir Pasal 9 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Langkah ini diambil sebagai bagian dari penyelidikan dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pemanggilan ahli diperlukan guna menjawab perbedaan interpretasi yang muncul terkait aturan pembagian kuota tambahan haji.
“Kami akan memanggil ahli hukum untuk menjawab polemik atau tafsiran yang beredar. Ini penting agar penanganan perkara memiliki dasar yang kuat,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/8) malam.
Pasal 9 ayat (1) UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menyebutkan, jika ada tambahan kuota haji setelah kuota resmi ditetapkan, Menteri menetapkan kuota tambahan tersebut. Sementara ayat (2) menegaskan mekanisme pengisian kuota tambahan diatur melalui Peraturan Menteri.
Meski sudah pernah meminta pandangan sejumlah ahli, KPK menilai perlunya pendalaman lebih lanjut. “Kami sudah konsultasi, sudah memanggil ahli hukum, dan akan memanggil lagi untuk memastikan interpretasi pasal ini,” jelas Asep.
Dugaan Kerugian Negara Rp1 Triliun Lebih
Kasus dugaan korupsi ini resmi masuk tahap penyidikan sejak 9 Agustus 2025, dua hari setelah KPK memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Lembaga antirasuah juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara.

Hasil perhitungan awal KPK pada 11 Agustus 2025 menunjukkan potensi kerugian negara lebih dari Rp1 triliun. Di hari yang sama, KPK mencegah tiga pihak bepergian ke luar negeri, yaitu Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, serta pemilik biro perjalanan haji Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Pansus DPR Soroti Pembagian Kuota
Selain ditangani KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan haji 2024. Pansus menyoroti pembagian kuota tambahan 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi rata 50:50 — 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen dan haji reguler 92 persen.
KPK memastikan proses penyelidikan akan mengacu pada bukti, aturan hukum, dan pendapat ahli sebelum melangkah lebih jauh.